contoh cerpen
DIBALIK WARNA JINGGA, ABU-ABU DAN “DIA” YANG KEHITAMAN
Setiap manusia butuh sepi, tapi sepi bagiku seperti keharusan. Kala ku menikmati terbenamnya matahari sore itu dalam sepi, cara lain ditunjukan dengan mengutus dia yang diperlihatkan padaku. Melihat warna matahari itu kurasa dia tau apa yang kurasa saat itu. “indah ya mataharinya?” suara itu seolah memecah kebisuan angin. Aku tersadar bahwa itu adalah mimpiku.” Warna itu jadi kesukaanku” dengan bingung ku jawab pelan. “sepi itu saat warna jingga berubah abu-abu lalu hitam tanpa disadari waktu” dengan tatapan seadanya kulihat dia dengan penuh keyakinan percaya akan kata-kata yang diucapkan itu. Bertanyaan muncul dibenakku, kenapa dia memiliki perasaan yang sama? Dan kenapa aku menyukai setiap kata yang terlontar dari bibirnya. “aku pasti sudah gila karena tergila-gila dengan itu” tangannya menunjuk matahari sore itu, dia beranjak dan tanpa kutahan dia merentangkan tangan,menghela napas seolah menyambut warna jingga yang berubah menjadi abu-abu. Kesukaanku akan saat itu membuatku tak bisa bergerak dan menghentikannya hanya untuk sekedar sebuah nama. Saat sepi yang membuatku melihatnya tanpa terbatasi itulah saat itu, saat matahari abu-abu berubah hitam dan kuputuskan untuk pulang.
Dengan harapan yang sama kutunggu dia diujung jalan warna jingga matahari. Entah kenapa warna itu cepat berubah menjadi hitam dan tak ada tanda dia datang. Bahkan nama tak dikirim oleh angin yang membekukan langkahku. Mimpiku malam itu jelas terpajang wajahnya, namun tampaknya dibalik jingga dan angannya hanya diabu-abu. Kuputuskan mencari sepi dengan cara yang lainnya. Ku gunakan sepi dalam ruang rindu menunggunya tanpa datang ketempat itu. Hidup berjalan apa adanya hingga ku miliki ruang sepiku bersama “dia” yang bukan jingga dan abu-abu. Bayang pria itu tetap datang sekalipun “dia” dihadapanku. Mungkin ini obsesi dari kecintaanku akan tenggelamnya matahari.2 tahun berlaludan “dia” sangat tabah menemani sepiku.
Sore itu saat “dia” mengajakku menikmati terbenamnya matahari dengan cara lain, aku dibawanya dihalte bus yang kurasa tak pernah ada tanda penunggunya. Didepan kulihat dua bangunan tinggi menjulang dia memintaku menikmati matahari itu disela dinding tiap bangunan itu. Kunikmati rasa sepiku hingga kutemukan lagi jingga yang berubah menjadi abu-abu. Pria itu duduk disebelahku menghembuskan napas kelelahan dan meneguk sebotol air. Aku tak kehilangan akal namun aku tak bisa menahan mataku untuk tak menatapnya.” Indah ya?” aku terdiam saat dia mengatakan itu. “aku suka halte ini, karenanya aku tersadar bahwa sepi itu ketika jingga yang berubah jadi abu-abu lalu hitam ditelan waktu” aku tersentak dengan kata-katanya masih sama apa yang dia pikirkan tentang matahari itu. “aku suka warna itu” dengan pelan kujawab. “warna itu lambang kesepianku” kuteruskan kata-kataku dengan nada yang sama. Dia menatapku, menoleh, dan masih kulihat wajah familiar itu. Abu-abu datang dia pun pergi lagi dengan cara yang sama. Aku tak tahu apa dia jodohku tapi aku tahu dia adalah cinta pertamaku akan jingga. Dengan abu-abu yang berubah kehitaman kusambut “dia” dalam malamku. Kutemukan hitam datang diam-diam dalam sosok “dia” disisiku.
By : lilik mudrika fazrin